DEMOKRASI KESUKUAN ‘‘ TRADISI KERAKYATAN’’
Oleh
Ar.
Frank Hamah Sagrim, ST
Demokrasi
Kesukuan adalah sebuah sistem atau bentuk Pemerintahan adat yang
diselenggarakan dalam batas-batas Suku, Jangkauan Hukum Adat, Wilayah/Ulayat.
Demokrasi kesukuan berazazkan tradisi kerakyatan setempat dengan norma-norma
adat dan pola kepemimpinan tradisional dalam suku (tribes leadership) sebagai suatu tradisi kerakyatan dan dengan
segala perangkat kesukuan (tribes
property).
Demokrasi
kesukuan merupakan demokrasi yang asli atau dapat disebut demokrasi pribumi.
Demokrasi kesukuan atau demokrasi pribumi lahir dari kesadaran kelompok suku
pribumi pada batas wilayah mereka untuk membangun kesetaraan mereka bersama.
Di
Indonesia, demokrasi kesukuan telah ada sebelum negara Indonesia terbentuk.
Nilai-nilai demokrasi sudah ada dan dijalankan secara membudaya di setiap suku
yang ada di Indonesia dan merupakan tradisi kerakyatan. Salah satu wujud dari
demokrasi kesukuan yang dijalankan oleh nenek moyang di Indonesia adalah Musyawarah
untuk mufakat. Nilai ini kemudian dimasukkan dalam butir-butir Pancasila yang
terdapat dalam sila ke-4 (empat) Pancasila ‘‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam
permusyawaratan perwakilan’’. Makna dari sila ke-4 (empat) ini adalah Rakyat
Indonesia adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara, dan menjadi
pedoman dalam penyelenggaraan setiap keputusan pemerintah. Demokrasi merupakan
rumah keadilan sebab terciptanya ruang yang bebas dan setara.
Tidak
hanya di Indonesia, Demokrasi kesukuan ditemukan pula di suku-suku yang ada di
seluruh dunia. Demokrasi diciptakan sebagai suatu prinsip yang dipakai untuk
melayani kepentingan berbangsa dan bernegara. Demokrasi kesukuan dipandang
sebagai cikalbakal lahirnya nasionalisme, sebab nasionalisme adalah rasa
kecintaan terhadap suatu bangsa atau suku yang memiliki identitas, wilayah dan
sistem baik tradisional maupun moderen. Setiap orang atau warga masyarakat
miliki rasa cinta kepada suku bangsanya karena mendapat pengakuan yang sama,
memperoleh kedudukan yang setara baik sebagai sesama ras maupun bukan di dalam
suku bangsa mereka. Seseorang akan merasa bangga ketika disebut sebagai rakyat
dari suku bangsa tertentu karena rasa memiliki. Perasaan memiliki dan rasa
cinta akan suku bangsa itu lahir karena dia merasa nyaman, dan kenyamanan yang
dirasakan tersebut lahir dari pengakuan dirinya sebagai warga yang setara
dengan warga lainnya. Dengan demikian maka pemahaman lain dari demokrasi adalah
suatu ekosistem yang memberikan kenyamanan bagi rakyat yang berada pada suatu
suku bangsa.
Sebagaimana makna Demokrasi moderen, bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Jauh sebelum adanya Negara Indonesia menganut faham demokrasi, sesungguhnya secara tradisional demokrasi sudah ada, bahkan di negara-negara lain di dunia. Demokrasi moderen pertama kali berkembang di Yunani, kemudian di Prancis. Kata demokrasi dikenal secara moderen pertama pada abad ke-5 SM di Yunani, yaitu ‘‘democratia’’ artinya ‘‘kekuasaan rakyat’’, tujuannya untuk diterapkan di kota Athena, karena pada masa itu kekuasaan dipegang oleh para elit ‘‘aristocrate’’. istilah kekuasaan rakyat pun ditemukan dalam kepemimpinan tradisional. Contohnya pada Kesultanan Yogyakarta dengan paham bahwa ‘‘kepemimpinan di atas tahta rakyat’’.
Kini, demokrasi kesukuan pada era digital adalah suatu transformasi pengetahuan dari yang sifatnya ingatan menjadi arsip, yakni dengan adanya penemuan teknologi komputer semua sistem demokrasi kesukuan dapat didokumentasikan, dapat diarsipkan, dapat dicetak maupun dapat dieksposkan. Teknologi kemudian mendigitalisasi nilai-nilai demokrasi kesukuan sehingga menjadi dikumen.
Saat
ini, sangat sedikit kajian terkait demokrasi kesukuan di setiap suku di dunia,
namun kelak akan mengalami proses migrasi ke teknologi digital dengan tujuan
untuk mendapat efisiensi dan optimalisasi pengarsipan di bidang penyiaran,
telekomunikasi, pengarsipan, bahkan sebagai rujukan ilmu dan teori yang dapat
dijadikan sebagai konsep kenegaraan.
__________________
Ar. Frank Hamah Sagrim, ST
adalah seorang Arsitek, Peneliti, Seniman, Filusuf dan Ilmuwan Muda. Menamatkan
Pendidikan Ahli Arsitektur pada Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. Menyelesaikan
S1 Study Etnisitas Arsitektur Tradisional di Universitas Widya Mataram
Yogyakarta. Melanglang buana dalam dunia penelitian sejak kuliah hingga
sekarang. Lebih dari belasan karya ilmiah yang telah diterbitkan dan juga
belasan karya ilmiah lainnya yang masih dalam bentuk naskah dan sedang
diusahakan untuk proses penerbitan.
Anggota Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), sebagai Ketua Dewan Etik. Mendirikan Lembaga Intelektual Tanah Papua sebagai Pusat Kajian Papua. Aktif dalam perkumpulan Peneliti dan Ilmuwan Erezt Israel. Anggota tetap International Working Group (IWG) Asia Africa to Globalized.
0 komentar:
Posting Komentar